Dirga dan Aku

       “Rauqilla!”

“Gue pengen sendiri”

“Hei sadar, lu ga boleh kayak gini terus”

“Gue kangen Dirga...”

Isak tangisnya terdengar, lagi, dan lagi. Setiap hari selalu begitu semenjak sebulan yang lalu.


Flashback on

“Hai cantik”

“Hai, gimana udah enakan?” Rauqilla atau biasa dipanggil qila itu duduk di samping ranjang.

“Lumayan...”

“Udah makan?”

“Gak nafsu...”

“Ayok makan katanya mau sembuh, aku suapin ya?”

“Aku lagi ga mau makan qila”

“Dirga... Kamu harus sembuh, dan itu butuh energi, makanya makan yaa”

“Aku udah ga ada harapan lagi”

“Masih ada harapan aku yakin... Jangan nyerah ya?”

“Tapi gimana kalo gagal?”

“Kita coba di negara lain”

Dia mengambil tanganku dan mengusapnya pelan.

“Qila, bahagia ya?”

“Maksud kamu apa?”

“Kamu harus bahagia tanpa aku...”

“Jangan ngomong gitu...”

“Sayangnya aku harus ngomong ini... Harapan hidup aku cuma 25% dan aku sendiri pun ga yakin”

“Ga...”

“Jangan nangis nanti cantiknya ilang” dia menjulurkan tangannya ke pipiku.

“Aku sayang kamu ga..”

“Aku lebih sayang kamu, jadi bahagia ya sayang” bibirnya tersenyum tipis.

“Ga, janji sama aku kalo kamu bakalan sembuh”

Dia hanya tersenyum, selalu begitu ketika aku berbicara tentang itu.

Namanya Dirga, dia mengidap kanker paru-paru sejak beberapa tahun terakhir, entah apa penyebab nya ketika pertama berobat kanker itu sudah memasuki stadium 2. Bertahun-tahun berobat dan kemoterapi selalu berakhir dengan sembuh sementara, dan suatu saat akan kambuh lagi. Tapi sepertinya sekarang tidak begitu, kondisinya makin lemah, bibir nya mulai membiru dan mukanya sepucat mayat.

“Sa...kit...”

“Dirga?! Kamu kenapa??”

“Sa...kit..”

“DOKTERR! DOKTERR!”

Seorang dokter dan beberapa perawat masuk dan menyuruh ku untuk menunggu di luar ruangan. Dengan gemetar aku mengambil handphone dari dalam tas dan menelpon Seungkwan.

“Seung...kwan”

“Lo kenapa???”

“Dirga... Lagi...”

“Gue kesana sekarang, lo jangan panik oke”

Telepon dimatikan oleh Seungkwan, badannya sudah tidak mampu berdiri, mulutnya sudah mengeluarkan teriakan kecil disertai tangisan.

Beberapa saat kemudian dokter keluar dan bertepatan dengan seungkwan yang baru datang.

“Kondisinya makin kritis dan kita sudah tidak bisa melakukan tindakan lagi”

“Bener-bener ga bisa dok?” Seungkwan berbicara dengan dokter.

“Iya, tindakan apapun yang kita lakukan padanya tidak akan berpengaruh, kankernya sudah mulai menyerang jantung, dan itu sangat beresiko”

“Kita hanya bisa menunggu keajaiban, sekarang jika kalian ingin melihat pasien silahkan, saya permisi dulu”

“Terimakasih dokter”

“Qila, lo mau masuk duluan atau gue?”

“Lo duluan kwan, gue ga kuat liat Dirga begitu...”

“Tunggu sini bentar ya”

Aku hanya mengangguk dan membiarkannya masuk ke dalam kamar rawat Dirga.


Seungkwan POV

Yang pertama kali gue lihat adalah Dirga dengan banyak selang yang ada di tubuhnya.

“Kwan...”

“Gimana? Masih sakit?”

“Masih...”

“Gue tau lo kuat, jadi gue mohon bertahan ya”

“Ga bisa...”

“Lo bisa gue yakin banget”

“Ga ada harapan... Gue udah ga kuat”

“Dirga...”

“Jagain qila ya kwan...”

“Jangan ngomong gitu ish”

“Gue serius... Bikin dia bahagia ya?”

“Dulu kan lo yang minta sama gue biar ga suka sama qila, tapi kenapa sekarang lo gini?! Gue percaya lo bisa sembuh, jadi lo yang bahagiain dia”

“Ga bisa kwan ga bisa... Gue beneran udah ga kuat... Ini sakit banget...”

“Lo ngomong sama qila mendingan, gue keluar”

“Kwan gue mohon buat yang terakhir kali...”

Gue ga mendengarnya dan memilih untuk melangkah keluar pintu, tapi suara nyaring membuatku berbalik lagi.

Garis lurus yang terlihat dari komputer, dan Dirga yang menutup mata.

“DIRGA! GA BANGUN AYO BANGUN!! DOKTERR...”.

“GA AYO GUE MOHON BANGUN... DIRGAAA”

“Dirga...” suara lirih qila yang berada di depan pintu.

Gue menghampirinya dan mendekapnya, beberapa perawat masuk lagi disusul dengan dokter.

“Ayo kita tunggu luar” gue berusaha untuk ga nangis di depan qila.

“GAK MAUU!! LEPASIN GUE KWAN, GUE MAU KE DIRGA!”

“Qila! Dengerin gue, mereka mau periksa Dirga jadi kita harus tunggu di luar dulu”

“DIRGAAAA!”

“Kwan Dirga gapapa kan?”

“Kwan jawab gue!!”

“Dirga gapapa kan? Dia cuma drop kan?”

Gue memilih diam dan mengeratkan pelukan, badan qila gemetar dan gue merasakan baju gue yang basah karena air matanya.

“Kwan... Dirga gapapa kan?” setelah berbicara seperti itu dia pingsan, gue langsung meminta bantuan suster.


Flashback off

“Qila, lo ga boleh nangis begini terus, ini udah sebulan”

“Gue masih belom bisa relain Dirga...”

“Kalo dia liat lo nangis gini pasti dia sedih”

“Kwan... Dia bilang apa sama lo?”

Gue tersenyum, “Dirga bilang gue harus bikin lo bahagia”

“Seungkwan...”

“Udah jangan nangis, sini” gue mendekatkan diri dan memeluknya. Kami berpelukan cukup lama hingga suara tangisannya hilang.

“Gue mau ke makan Dirga”

“Iya besok kita kesana ya?”

Dia mengangguk dan menenggelamkan wajahnya lagi, “Jangan kayak Dirga ya Kwan, gue ga mau di tinggal lagi...”

“Enggak kok, gue bakalan sama lo terus”

“Makasih...”

“Sama-sama”

Komentar